KAMPAR – Desa Kualu, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, kini tengah dilanda gelombang kemarahan. Sungai Kampar—urat nadi kehidupan warga—perlahan dihancurkan oleh aktivitas penyedotan batu dan pasir (galian C) ilegal yang berjalan terang-terangan. Lebih menggelegar lagi, warga menuding aktivitas perusak lingkungan ini dibekingi oleh sosok tokoh adat berpengaruh: Datuk Kunaho alias Jase, dari Suku Domo, Kenegerian Tarantang.
Sosok yang semestinya menjadi benteng kelestarian alam justru disebut-sebut menjadi “tameng” bagi tambang ilegal. Bagi masyarakat, ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap marwah adat dan amanah leluhur.
> “Kami sangat kecewa. Seharusnya tokoh adat jadi pelindung, bukan perusak. Jangan sembunyikan kejahatan di balik kain adat,” ucap seorang warga, dengan nada getir, meminta namanya disamarkan demi keselamatan.
ALAT BERAT BEROPERASI, SUNGAI MENANGIS
Di bantaran Sungai Kampar, suara mesin penyedot pasir menderu tanpa henti. Alat berat mondar-mandir, menggali dasar sungai tanpa papan nama proyek, tanpa izin resmi. Sudah berminggu-minggu aktivitas ini berjalan, meninggalkan kekhawatiran besar: abrasi mengancam, air keruh tercemar, dan habitat ikan pun hilang perlahan.
HUKUM JELAS DILANGGAR, SIAPA PUN PELAKUNYA
Tak ada celah pembenaran bagi praktik tambang ilegal ini. Pasal 158 UU No. 3/2020 tentang Minerba tegas: penambangan tanpa IUP dihukum penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 miliar. UU No. 32/2009 tentang PPLH pun mempertegas, pelaku tanpa izin lingkungan terancam 3 tahun penjara dan denda Rp3 miliar.
Bila benar ada tokoh adat terlibat memberi “izin adat” pada tambang ilegal, jerat hukum lain pun mengintai: penyalahgunaan wewenang, obstruction of justice, hingga kejahatan lingkungan oleh tokoh publik.
WARGA MENUNTUT, TAK ADA KEKEBALAN HUKUM
Suara masyarakat kini bulat:
Hentikan seluruh aktivitas tambang ilegal di Sungai Kampar.
Tangkap semua pelaku, tanpa pandang bulu—baik pekerja, pemodal, maupun tokoh adat pelindung.
Turunkan tim gabungan DLHK, ESDM, dan kepolisian untuk investigasi terbuka.
Pulihkan ekosistem sungai.
Tunjukkan transparansi perizinan, agar tak ada lagi ruang abu-abu.
> “Kami tak mau hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas. Siapa pun dia—tokoh adat, pejabat, atau pengusaha—jika melanggar, harus diseret ke pengadilan,” tegas seorang tokoh pemuda Kualu.
Hingga berita ini dirilis, pihak kepolisian dan Dinas Lingkungan Hidup Kampar bungkam. Sementara itu, di tepian Sungai Kampar, mesin-mesin tambang ilegal masih meraung. Dan warga bertanya: apakah hukum akan datang sebelum Sungai Kampar tinggal cerita?